Keseimbangan Tilang dan “Damai”

Sudah menjadi rahasia umum cara “damai” menjadi salah satu cara menghindari tilang bagi para pelanggar aturan lalu lintas. Cara damai ini dianggap menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat langsung dalam peristiwa pelanggaran tersebut, si pelanggar dan sang aparat. Maka dari itu, selain ajakan damai ini muncul dari si pelanggar, tidak jarang juga jalan damai ini ditawarkan oleh sang aparat.

Tidak ada orang yang bilang bahwa jalan damai ini cara yang benar, namun tidak ada juga yang bisa bilang bahwa jalan damai ini tidak terjadi terus menerus. Jangan-jangan ada beberapa kali lipat lebih banyak proses damai dari sekian banyak tilang yang terjadi.

Kalau dipikir-pikir memang damai ini jalan paling menguntungkan. Bayangkan konsekuensi tilang, denda 500.000, SIM ditahan, dan harus antri sidang untuk mengambil kembali SIM Anda. Kehilangan uang, waktu, dan tenaga. Itu memang hukuman yang baik dan akan membuat jera, jika dan hanya jika, hukaman itu benar-benar terjadi pada si pelanggar.

Polisi - Keseimbangan Tilang dan Damai - Herwin.jpg

Penegakan yang lemah membuat celah bagi pelanggar dan aparat untuk bernegosiasi.

Pelanggar tentu saja ingin mengusahakan kerugian uang, waktu, dan tenaga yang lebih ringan. Misalnya dengan membayar sejumlah uang yang lebih kecil dan tidak perlu ada proses yang rumit dikemudian hari (SIM tidak ditahan).

Di sisi lain, aparat jika melakukan tilang tidak mendapatkan apa-apa, jika berdamai dengan si pelanggar mungkin bisa mendapatkan sedikit tanda terima kasih. Di sana lah terbuka jalan yang saling menguntungkan.

Jadi, yaa.. Tidak heran damai-damai ini masih terus terjadi, selain kita memang cinta damai, toh proses damai ini sama-sama menguntungkan.

Lalu, apa yang harus dilakukan?

Jika memang ada niat dari kita untuk menghentikan tindakan-tindakan “damai” ini (bisa ga ini disebut pungli atau korupsi?), menurut saya, harus dirumuskan aturan reward and punishment yang lebih cerdas dan seimbang untuk menutup, atau paling tidak, mengurangi nafsu berdamai.

Beberapa ide yang terpikirkan oleh saya,

Bagaimana kalau denda tilang tidak perlu terlalu besar, dengan harus mengikuti sidang saja sudah cukup merepotkan. Denda yang tidak besar otomatis mengurangi ruang dan nafsu untuk negosiasi harga.

Bagaimana jika aparat mendapat insentif setiap kali ada tilang yang masuk dari mereka. Mungkin bisa juga dibuat skema bonus seperti bonus penjualan bagi karyawan di toko-toko, sehingga aparat terpacu melakukan tilang resmi daripada berdamai. Namun, akan dicabut tunjuangannya jika ketahuan melakukan damai, dicabut pensiunnya, atau langsung diberhentikan.

Bagaimana jika tidak ada tilang di tempat, tilang elektronik, dengan dilengkapi bukti foto atau video pelanggaran yang dikirimkan ke pelanggar, tentu saja ini perlu didukung dengan infrastruktur yang baik, misalnya CCTV yang bisa menangkap nomor kendaraan.

Semoga ada perubahan menuju Indonesia yang lebih baik!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *