Langit malam awal pekan ini akan diramaikan dengan kunjungan Komet Lulin untuk pertama kalinya sepanjang sejarah pengamatan astronomi ke pusat tata surya. Komet tersebut akan berada pada jarak terdekat dengan Bumi dan ada kemungkinan dapat diamati dengan mata telanjang.
Cahaya hijau yang dipancarkannya merupakan daya tarik komet Lulin. Warna tersebut berasal dari gas yang menyelimuti atmosfernya. Gas yang memancar dari inti komanya mengandung cyanogen (CN), jenis gas beracun yang banyak terkandung dalam komet, dan diatom karbon (C2). Keduanya menyala hijau saat terpapar cahaya Matahari di ruang hampa.
Pada Selasa (24/2), jarak terdekat dengan Bumi pada 0,41 unit astronomi (jarak Matahari-Bumi) atau 160 kali jarak Bumi-Bulan, yakni sekitar 61 juta kilometer. Meski berada pada jarak terdekat dengan Bumi, komet tersebut tidak membahayakan. Racun cyanida dan diatom karbon yang memancar hijau dari permukaannya juga tak akan sampai masuk atmosfer Bumi karena saking jauhnya.
Saat mendekati pusat tata surya, panas Matahari telah memanaskan permukannya yang terdiri dari campuran debu, gas, dan es. Hasil pengamatan NASA menunjukkan, komet tersebut melepaskan uap air ke ruang angkasa yang setara dengan air sebanyak satu kolam renang bersatndar Olimpiade setiap 15 menit.
Selain itu, Komet Lulin seolah-seolah memiliki dua ekor. Jika dilihat dari Bumi, selain ekor utama (tail) yang mengarah menjauhi Matahari juga terdapat ekor di depan mengarah ke Matahari yang disebut antitail. Hal tersebut akibat ilusi optik yang terjadi saat Bumi pengamatan sejajar dengan garis orbitnya.
Ia juga akan tampak bergerak cepat dan berpindah dari posisinya terhadap bintang-bintang yang ada di latar belakangnya. Hal ini karena arah gerak komet yang berkebalikan dengan arah gerak Bumi di tata surya.
“Jika planet-planet dan objek lain di tata surya mengelilingi Matahari berlawanan arah jarum jam, Lulin mengelilingi searah jarum jam,” ujar astronom NASA Stephen Edberg.
Karena memiliki lintasan orbit parabola yang sangat besar, Komet Lulin mungkin jarang sekali mendekat Matahari. Kandungan gas murni yang terbentuk sejak komet itu lahir di awal pembentukan tata surya diperkirakan masih sangat banyak. Pengamatan terhadap gas yang dipancarkan selama “mengunjungi” Matahari akan membantu para ilmuwan menungkap rahasia kelahiran tata surya.
Waktu terbaik untuk mengamatinya adalah pada sepertiga malam sejak pukul 03.00 beberapa jam sebelum Matahari terbit, Selasa dini hari. Arahkan pengamatan ke langit barat lalu carilah Planet Saturnus yang ada di dekat rasi Leo sebagai panduan. Planet tersebut sangat mudah dilihat dan dominan di pagi hari. Posisi komet akan berada beberapa derajat di bawah posisi Planet Saturnus.
Kesempatan untuk melihat komet yang memancarkan cahaya berwarna hijau tersebut mungkin hanya sekali seumur hidup. Jadi, jangan lewatkan kalau memang ada kesempatan karena tak semua orang beruntung dapat melihatnya.
Sumber: KCM