Setiap orang kan selalu mau punya kehidupan lebih baik ya, walaupun hidupnya yang sekarang pun sudah sangat baik. Mungkin hampir ga ada orang yang bisa berkata, “saya begini aja lah, ga usah ada peningkatan apa-apa lagi”. Bahkan jika orang tersebut malas pun, ketika ditawarkan, “mau kehidupan yang lebih baik lagi ga?”, hampir pasti jawabannya mau, atau paling tidak dia mau tau dulu caranya.
Sadar ga bahwa lebih baik itu sendiri adalah perubahan?
Bagaimana mungkin kita menuntut perubahan: mengharapkan kehidupan yang lebih baik, relasi dengan pasangan yang lebih baik, pekerjaan yang lebih baik, finansial yang lebih baik, ingin lebih dihargai, ingin lebih berprestasi, dan lain sebagainya, jika kita sendiri tidak mau berubah?
Trigger perubahan berasal dari dalam. Jangan kita berharap keadaan berubah tanpa kita mau berubah.
Ada suatu quote terkenal yang isinya kurang lebih begini,
Kegilaan adalah melakukan hal yang sama dan mengharapkan hasil yang berbeda.
Kalau kita jualan makanan kurang laku, apakah bisa kita dengan diam-diam, ngedumel, menuntut, dan berharap saja bisa jadi laku? Ngga kan. Laku itu sendiri adalah respon pasar, kalau mereka suka, jualan kita laku, kalau mereka ga suka, jadi ga laku. Pasti harus ada tindakan/perubahan dari dalam yang kita lakukan, baik dari produknya, servicenya, atau hal lainnya baru respon dari luar berubah.
Feedback adalah bahan bangunan yang dilemparkan orang
Untuk bertumbuh dan berubah ke arah yang benar kita memerlukan feedback. Keterbukaan dan kesiapan untuk dikritik, kerendahan hati untuk mengambil sudut pandang positif ketimbang menjadi reaktif dan defensif adalah kuncinya.
Bayangkan feedback sebagai batu bata yang dilemparkan orang pada kita. Dengan dua cara kita bisa melihatnya:
Pertama, kita bisa menjadi marah dan menyerang balik. Seolah ada orang ingin mencelakakan, merasa orang yang memberikan feedback ini ingin mengganggu, iri, atau mencari-cari kesalahan. Pandangan seperti ini dimiliki orang yang sudah merasa sempurna dan tidak mau berubah.
Kedua, kita bisa mengambil batu bata itu, dan menggunakannya untuk memperbaiki atau membangun diri kita menjadi lebih baik. Feedback tersebut dapat menjadi bahan refleksi dan warning dari orang yang peduli pada kita. Pandangan seperti ini hanya akan dimiliki oleh orang yang cukup dewasa dan rendah hati.
Perubahan menggunakan standard terbaik
Berubah tidak asal berubah, berubah harus menuju ke arah yang lebih baik, berpedoman pada standard yang terbaik, yaitu TUHAN sendiri, sang pencipta. Semakin hari semakin serupa dengan-Nya.
Jangan menggunakan standard yang ditetapkan dunia ini. Apalagi di zaman sekarang yang dengan mudahnya kita terekspos dengan gaya hidup “selalu bahagia” dari berbagai social media.
Kalau pada masa lalu, waktu kosong kita isi dengan berpikir, menemukan ide-ide baru, membaca, dan lainnya. Pada zaman ini waktu kosong kita banyak diisi dengan aktifitas social media, melihat seseorang sedang menikmati makanan mewah, seorang lain sedang berlibur ke luar negeri, orang lainnya sedang mempersiapkan rumah baru atau mobil baru.
Jika kita tidak pintar-pintar menjaga hati dan pikiran, menguap sukacita yang kita miliki, tergantikan dengan iri hati dan rendah diri. Jangan compare diri kita dengan orang lain, run your own race, compare diri kita sekarang dengan diri kita kemarin, apakah kita lebih baik hari ini? Compare juga dengan target yang kita tetapkan, apakah kita mendekat?