Pendakian Gunung Gede: Putri Lintas Cibodas – Menuju Surya Kencana (2/3)

Ok, melanjutkan cerita sebelumnya. Kita tiba di hari H, Jumat, 23 Agustus 2019.

Meeting point kali ini adalah tempat yang sudah biasa kami gunakan, buat beberapa teman saya yang sudah pernah pergi bersama di trip yang lain, pasti sudah tau dengan meeting point ini.

Singkat cerita, tiba waktu untuk berkumpul di meeting point. Team ini sungguh luar biasa, tidak ada yang telat, malah kita berangkat beberapa menit lebih awal.

Sebelum berangkat kami diberitahu oleh orang tripnya bahwa kita akan menuju ke Cibodas. Istirahat malam ini di Cibodas bukan di Gunung Putri, karena diprediksi akan sangat ramai di sana. Tapi tenang, nanti pagi-pagi kita akan naik angkot sekitar 20 menit untuk ke pintu Gunung Putri, jadi pendakian tetap sesuai rencana, Putri lintas Cibodas.

Elf meluncur.. Perjalanan ke basecamp sungguh nyaman dan tidak terasa, sempat ada kemacetan namun tidak parah, sebagian dari kami tertidur, lalu tiba-tiba sudah masuk area Puncak, yang artinya sebentar lagi sampai. Sangat nyaman jika dibandingkan pendakian ke Gunung Gede yang sebelumnya, saya pergi dengan bus umum dari Terminal Kampung Rambutan, sempat kebanjiran, menununggu berjam-jam, sempit, diterpa angin, dan dingin.

Basecamp Cibodas
Di belakang penginapan ada spot foto seperti perahu

Kami tiba di basecamp Cibodas kurang lebih pukul 23.30, sebuah warung yang punya tempat istirahat dan kamar tidur di belakangnya. Kami menurunkan barang, masuk kamar, tidur. Ada dua kamar dengan masing-masing satu kasur yang cukup besar kami pakai untuk ber-8, 4 orang per kamar.

Karena dalam rencana kami mau start pukul 06.00, maka paling tidak kami harus sudah bangun pukul 05.00 untuk makan pagi, packing ulang, dan lain-lain.

Sabtu, 24 Agustus 2019, alaram sudah berbunyi pada waktu yang tepat, namun apa boleh buat, kasur sangat nyaman dan tidak ingin ditinggal.

Kami baru benar-benar bangun pukul 05.30, bahkan ada yang tidak bangun sampai pukul 06.00. Lalu pesan makan pagi, sebagian pesan nasi goreng, sebagian Indomie rebus. Mulai makan, menjalankan tugas biologis, dan bersiap-siap. Alhasil, baru sekitar pukul 07.30 kami berangkat dengan 2 angkot carter menuju pintu Gunung Putri.

Tiba di pintu, suasana sudah sangat ramai. Kami langsung berjalan menuju pos briefing / pemeriksaan. Wow, ramai sekali.. Sampai terjadi antrian. Briefing sebentar, berdoa, dan mari mendaki!

Jalur-jalur ini tidak banyak berubah, masih teringat jelas pernah menapakkan kaki di tempat ini beberapa tahun yang lalu (24-26 Juni 2016). Jalan di tepi ladang, sedikit menanjak, sampai masuk ke hutan.

Berjalan di tengah terik matahari, tubuh masih menyesuaikan diri dengan track yang tidak normal bagi orang kota, ditambah beban berat di punggung, membuat kami kepayahan di awal. Keringat bercucuran, keluhan mulai keluar, dan permintaan istirahat mulai datang.

Team mulai terpencar menjadi dua atau tiga kelompok, yang berjalan duluan di depan, yang berikutnya, dan yang paling belakang. Kami saling tunggu di setiap pos, lalu mulai berjalan lagi, dan mulai terpencar lagi. Kami tidak bisa saling menunggu di jalur, karena pendakian sangat ramai, kalau menunggu akan menghambat banyak pendaki lain.

Saya menyiapkan snack, permen, dan coklat cukup banyak sebagai energi tambahan untuk perjalanan perjalanan naik ini, karena track Gunung Putri memang terkenal menanjak tanpa ampun. Snack-snack ini dengan cepat berpindah ke perut saya. Mulai dari Beng-Beng, Choki-Choki, Madurasa, Roti yang beli di Indomaret, nut bar, permen jahe, Himalayan salt candy, sampai potongan semangka yang beli di warung.

Di luar dugaan, pendakian ini terasa lebih berat dari yang saya bayangkan, terasa lebih berat dari beberapa tahun yang lalu, walaupun saya masih ingat dengan tanjakan-tanjakan ini. Ada seorang teman yang bilang, “umur ga boong”, masa iya sih..

Luar biasa memang akar-akar pohon dan batu-batu ini. Benar-benar menguras tenaga dan tidak membiarkan kita mengambil banyak langkah. Setiap beberapa meter kami dipaksa untuk berhenti mengambil nafas dan mengelap keringkat.

Singkat cerita, saya, seorang teman, dan dua orang trip tiba di pintu Surya Kencana. Duduk melepas lelah, sambil menunggu teman-teman yang lain berdatangan. Saya kelaparan dan kehabisan snack, untung ada warung di sana. Saya beli 2-3 buah tahu, segelas Popmie, dan sebotol Aqua.

Setelah semua team terkumpul, kurang lebih pukul 15.00, kami mulai jalan ke arah barat, dekat jalur menuju puncak dimana kami akan mendirikan tenda. Saya bersama 3 orang teman penasaran dengan apa yang ada di kiri pintu Surya Kencana, sehingga kami memutuskan untuk melihat-lihat sebentar dan membiarkan yang lain jalan lebih dahulu ke barat. “Nanti kami susul.”

Ternyata kami agak lama di sana, padahal tidak ada apa-apa. Kami tidak berhasil menyusul mereka. Sampai di camp spot, kami sempat agak panik, sudah mencari-cari tapi tidak ada, menerikkan nama mereka juga tidak ada yang menjawab. “Mereka masih di belakang atau dimana ya, kok ga ada?”. Tiba-tiba saya melihat mereka di dekat jalur ke puncak, ternyata mereka lagi di warung. Duh.. Hahah.

Setelah terkumpul kembali, kami mulai mencari tempat mendirikan tenda. Tempat yang dipilih pertama kali cukup bagus menurut saya, agak ke ujung, di celah pohon, sayang tanahnya tidak rata. “Asik, ga begitu ramai, dan pasti terlindung dari angin”, pikir saya.

Tapi sayang, karena ada satu orang trip yang tertinggal dan takut dia tidak bisa menemukan kami yang camp di tempat terpencil itu, maka kami pindah ke tengah-tengah tanah lapang. “Ok, kami akan jadi santapan angin, dan mungkin akan berisik pada malam hari.”.

Total ada 4 tenda yang kami pakai, satu tenda besar untuk saya dan tiga orang teman, satu tenda untuk dua orang perempuan, satu tenda untuk teman yang berpasangan, dan satu tenda lainnya untuk orang trip.

Kebanyakan dari kami masuk ke dalam setelah tenda didirikan untuk beristirahat, menghindari angin, merapikan barang, dan memasang matras. Kira-kira pukul 17.00 tiba-tiba kami dapat asupan bakso hangat ke dalam tenda, ternyata di luar sedang masak-masak. Enak betul bakso saat itu, cocok untuk perut yang sudah lapar dan udara yang dingin.

Istirahat semakin nikmat karena perut sudah terisi. Sekitar pukul 19.00 saya terbangun dengan gelisah, satu karena posisi istirahat kita memang masih berantakan dan tidak pas, kedua kaki saya terasa dingin terutama di bagian lutut. Sudah dipakaikan matras aluminium pun masih terasa dingin. “Wah, bahaya nih, kenapa ya..”, lalu saya baru sadar, saya kurang makan.

Bayangkan dari pagi hanya makan nasi goreng yang tidak saya habiskan, snack-snack, makan siang telat segelas popmie pukul 15.00, lalu pukul 17.00 makan 6 butir bakso. Dibandingkan dengan tenaga dan keringat yang tercurah selama perjalanan. Fix, saya defisit energi, tubuh saya ga punya bahan bakar lagi buat menghangatkan diri.

Kami makan malam kira-kira pukul 20.00, lagi-lagi di dalam tenda. Akhirnya ketemu nasi lagi, lauknya ayam goreng dan otak-otak goreng. Walaupun kurang nikmat (apa kurang matang ya masaknya?), saya berusaha makan sebisanya demi memberikan energi untuk tubuh ini. Dan benar, tubuh saya mulai hangat dan pulih kembali setelah makan.

Ingin sekali keluar tenda untuk menikmati bintang-bintang malam itu. Jujur saja, salah satu motivasi terkuat saya untuk mendaki gunung adalah ingin menikmati keindahan bintang-bintang yang tidak akan bisa dilihat di kota.

Milkyway dari Surya Kencana Gunung Gede
Milkyway dari Surya Kencana Gunung Gede

Sempat keluar beberapa menit tapi ga tahan dengan dinginnya, ternyata di luar sepi, sepertinya pendaki lain pun kedinginan dan memilih diam di dalam tenda. Beginilah musim kemarau, cuaca menjadi semakin dingin, baca-baca bahkan sempat ada embun es pada awal bulan.

Kembali masuk ke tenda, atur-atur posisi, dan bersiap tidur. Sampai jumpa besok.

Seperti biasa, sulit tidur nyaman di tenda. Posisi badan tidak rata, berdempet-dempetan, batu di bawah, dingin, dan lain-lain. Bangun, “asik sudah pagi”, pikirku. Liat jam, masih jam 02.00 dong, apa-apaan ini, sepertinya sudah tidur lama dan ingin bangun. Paksa tidur lagi dan terbangun lagi, “kali ini pasti sudah pagi”, ternyata masih jam 04.00. Terulang sekali lagi, dan kali ini sudah pukul 05.30, cukup sudah, saya bangunkan juga teman-teman yang lain dengan alasan sudah mau sunrise. Heheh.

Kami menikmati matahari terbit yang sangat indah pagi itu. Dari gelap perlahan sinarnya menyentuh kulit, seolah diingatkan untuk selalu mengucap syukur atas segala berkat dan keindahan yang diberikan Sang Pencipta.

Matahari sudah terbit, kami mengisi perut dengan teh hangat, saya beli energen di warung, dan makan pagi Indomie goreng. Setelah makan kami packing dan beres-beres tenda. Bersiap untuk perjalanan ke puncak, dan turun melalui jalur Cibodas.

Ok, ini sudah sangat panjang, saya lanjutkan di post berikutnya lagi ya.

Pendakian Gunung Gede: Putri Lintas Cibodas – Turun Gunung (3/3)

1 thought on “Pendakian Gunung Gede: Putri Lintas Cibodas – Menuju Surya Kencana (2/3)”

  1. Pingback: Pendakian Gunung Gede: Putri Lintas Cibodas – Persiapan (1/3) – Herwin Lab

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *